Jadi Berani, Siapa Takut?
“Huh, aku takut sekali semalam. Kamu tahu kenapa, Amir? Karena aku
mendengar suara-suara aneh di luar jendela kamarku ketika aku terbangun di
malam hari. Hiiii seram!” tutur Danan dengan antusias seraya bergidik
ketakutan. “Hah, benarkah? Lalu apa yang kamu lakukan?” jawab Amir tak kalah
antusias. “Iya, benar. Lalu aku lanjut tidur saja walaupun sebetulnya aku takut
sekali. Kata Ibu, aku harus melawan rasa takutku,” jawab Danan.
Sepanjang perjalanan pulang sekolah, Amir masih saja kepikiran
dengan cerita Danan di kelas tadi. Ia jadi makin takut untuk tidur sendirian.
Walaupun sudah duduk di kelas 4 SD dan sudah tidur sendiri di kamarnya, Amir adalah
seorang penakut. Ia selalu terbangun di tengah malam dan akhirnya pindah ke kamar
sebelah untuk tidur bersama Ibu dan Ayahnya karena ia takut akan melihat atau
mendengar sesuatu yang menyeramkan.
Malam pun akhirnya tiba. Malam ini, Amir tidur sendiri di kamarnya.
Ia masih saja terngiang-ngiang akan cerita Danan. Meskipun ia takut, tapi
akhirnya ia bisa tidur juga. Seperti biasa, ia terbangun di tengah malam. Kali
ini ia terbangun karena ingin buang air kecil ke kamar mandi. Biasanya, ia akan
membangunkan Ayah atau Ibu untuk menemaninya ke kamar mandi. Namun kali ini, ia
ingin menantang dirinya sendiri. Ia tidak ingin kalah dari Danan yang berhasil
melawan rasa takutnya. “Aku harus berani! Aku harus bisa seperti Danan!” kata
Amir pada dirinya sendiri. Maka malam itu, untuk pertama kalinya, Amir
memberanikan diri untuk ke pergi kamar mandi sendirian. Amir kemudian berjalan
cepat menuju kamar mandi sembari menahan rasa takutnya. Ia berusaha untuk tetap
fokus melihat ke depan dan tidak melihat ke arah samping kanan dan kirinya.
Kamar mandi di rumah Amir berada di dekat dapur. Lalu, ketika
hendak masuk kamar mandi, Amir tidak sengaja melihat bayangan sosok besar
menyerupai manusia di dinding dapur. Kondisi dapur yang gelap dan remang-remang
di malam hari membuat Amir semakin takut hingga jantungnya berdegup kencang.
Amir buru-buru masuk ke kamar mandi dan ingin cepat-cepat kembali ke kamarnya.
Setelah keluar dari kamar mandi, Amir berharap sosok bayangan orang
itu sudah hilang, namun ternyata ia masih tetap melihatnya di dinding dapur.
Walaupun semakin takut, namun ia juga semakin penasaran akan sosok bayangan
tersebut. “Aku harus berani! Aku tidak boleh takut!” Amir terus menerus
mengucapkan kata-kata itu pada dirinya sendiri. Amir pun nekat mendekati
bayangan tersebut. Bayangan tersebut tidak bergerak sama sekali. “Pergi kamu! Jangan
ganggu aku!” teriak Amir dengar suara yang bergetar karena ketakutan pada
bayangan itu. Tapi si bayangan tetap tidak bergerak dan diam membisu. Di
sekitar dapur yang gelap itu, akhirnya Amir mengambil sendok yang ada di
dekatnya dan melemparkannya ke arah bayangan tersebut agar sosok itu segera
pergi. Pranggg!!! Betapa kagetnya Amir ketika mendengar suara benda yang
berjatuhan. Rupanya sendok yang ia lempar ke arah bayangan tersebut justru mengenai
beberapa benda yang ternyata adalah panci dan wajan.
Ayah dan Ibu yang sedang tertidur pulas pun tidak kalah kaget
ketika mendengar suara tersebut. Keduanya lalu bergegas menuju ke sumber suara.
Sesampainya di dapur, Ayah segera menyalakan lampu utama sehingga ruangan
menjadi terang. “Amir, ada apa, Nak?” tanya Ibu dengan suara dan raut wajah
yang terkejut. “Kamu tidak apa-apa, ‘kan?” tanya Ayah juga. “Iya. Aku tidak
apa-apa, Ayah, Ibu.” jawab Amir dengan suara pelan. “Lalu mengapa panci dan
wajan itu jatuh berantakan, Nak?” tanya Ibu lembut sembari mengusap-usap rambut
Amir. “Awalnya aku mau ke kamar mandi sendirian, Bu. Aku ingin jadi pemberani. Tapi
kemudian aku melihat bayangan orang di dinding itu. Aku takut dan aku ingin
bayangan orang itu pergi, makanya kulempar pakai sendok.”
Ibu dan Ayah kemudian tertawa kecil. “Amir, dengarkan Ayah. Bayangan
yang kamu lempar barusan adalah bayangan dari panci dan wajan, bukan hantu atau
sosok yang menyeramkan lainnya. Seringkali kita membayangkan hal-hal yang aneh
dan buruk yang akhirnya malah membuat kita menjadi takut. Maka dari itu, kita
harus selalu berpikiran positif agar tidak takut.”
“Kata-kata Ayah betul sekali, Nak. Merasa takut itu wajar, tapi
kita harus melawan rasa takut itu agar tidak menguasai diri kita, dan kamu
sudah melakukannya malam ini. Kamu hebat sekali!” “Baiklah Ibu dan Ayah. Mulai
detik ini, aku akan selalu berpikiran postif. Aku akan melawan rasa takutku.
Aku akan jadi pemberani.” kata Amir dengan lantang. Ibu dan Ayah tersenyum
bangga dan memeluk Amir. Sejak malam itu, Amir bukan penakut lagi.
Komentar
Posting Komentar